Powered By Blogger

Tuesday, December 22, 2009

Mendefinisikan Kota Kreatif

Minggu, 20 Desember 2009 | 02:33 WIB

Ninuk Mardiana Pambudy & Putu Fajar Arcana

Bandung adalah kota di Indonesia yang warganya secara sadar berinisiatif menjadikan kota mereka sebagai kota kreatif. Lalu, apa pentingnya menjadikan sebuah kota sebagai kota kreatif?

Richard Florida, salah satu orang yang pertama-tama meneorikan ekonomi kreatif, mengatakan, saat ini masyarakat dunia memasuki transformasi besar dalam ekonomi, yaitu ekonomi kreatif. Karena itu, kota, kabupaten, atau provinsi tidak cukup hanya mengandalkan insentif ekonomi bila ingin menarik investasi di wilayah mereka.

Itu berarti, kata Florida, kota-kota harus lebih menumbuhkan ”iklim orang-orang” daripada iklim bisnis (The Rise of Creative Class, Richard Florida, Basic Books, 2004). Itu artinya, membangun apa-apa yang diperlukan untuk mendukung kreativitas di semua lini dan membangun komunitas-komunitas yang dapat menarik orang-orang kreatif.

Dalam wujud konkret, Bandung memperlihatkan upaya warganya menjadikan kota sebagai wilayah yang menarik untuk orang-orang kreatif. Mereka adalah akademisi, pelaku seni dan budaya, orang-orang yang menggunakan kreativitas, keterampilan, dan daya cipta untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan kerja.

Helarfest kedua tahun ini hanyalah upaya membangun kesadaran bersama tentang potensi kota itu untuk menjadi kota kreatif.

Bila tahun lalu ada 31 kegiatan, tahun ini, menurut koordinator Helarfest 2009, Tb Fiki Satari, ada 66 kegiatan. Bila tahun lalu perayaan itu berjalan tanpa kesertaan pemerintah kota dan provinsi, tahun ini pemerintah kota memberi Rp 500 juta dan pemprov mengiur Rp 500 juta.

Pemerintah kota

Keterlibatan pemerintah kota dan provinsi menjadi penting karena mereka memiliki sumber daya kebijakan dan dana untuk menjadikan kota menarik dan memunculkan orang kreatif dan berbakat.

Meski begitu, dalam sarasehan pada Minggu (13/12) antara wadah 30 komunitas kreatif Bandung, Bandung Creative Community Forum (BCCF), pemerintah kota dan provinsi, serta komunitas kreatif kota-kota lain di Jawa Barat, tampaknya pemerintah kota dan provinsi serta DPRD masih perlu belajar arti ekonomi kreatif dan peran pemerintah.

Respons wakil dari Bappeda Jawa Barat, misalnya, mengimplikasikan pengertian menumbuhkan ekonomi kreatif adalah menumbuhkan usaha kecil-menengah, sementara dinas pariwisata menyiratkan pemahaman ruang kota sebatas gedung.

Andar Manik, pelaku seni budaya di Bandung, tidak sepaham. Menurut dia, komunitas dibangun secara informal dan mengalir oleh orang-orang dengan minat dan kepedulian sama. Beberapa di antara mereka mungkin saja kemudian menjadikan minatnya itu sebagai bisnis.

”Komunitas tidak sama dengan UKM. Hubungan antara pemerintah dan komunitas jangan top-down. Sebaiknya informal saja supaya sifat kreatifnya tidak hilang,” kata Andar Manik.

Ketua BCCF Ridwan Kamil meminta agar pemerintah jangan langsung melompat pada ujung akhir ekonomi kreatif, yaitu hadirnya bisnis, dan karena itu memakai pendekatan UKM dan kredit. Pemerintah harus ikut dalam proses ekonomi kreatif dengan pertama-tama menumbuhkan komunitas kreatif melalui pendidikan dan penciptaan infrastruktur kota yang merangsang lahirnya ide kreatif.

”Orang kreatif di Bandung lahir karena pendidikan. Itu harus dimulai dari usia taman kanak-kanak, menumbuhkan keberanian anak memamerkan ide kreatif,” kata Ridwan, pengajar arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Orang kreatif, tambah Ridwan, perlu ruang berinteraksi yang nyaman yang tidak berarti harus gedung. Maka, perlu ada taman-taman kota yang nyaman serta tempat berkumpul dan berdiskusi, seperti kafe.

”Tugas pemda sifatnya teknis: memetakan industri kreatif dan bikin forum rutin untuk komunikasi antara pemda dan komunitas kreatif di berbagai kota,” kata Ridwan.

Modal kota

Bandung memiliki syarat tumbuh menjadi kota kreatif. Ukuran kotanya relatif kecil sehingga pertemuan antarorang lebih mudah terjadi. Ada banyak perguruan tinggi yang orang-orang di dalamnya dapat menjadi penggerak lahirnya ide-ide baru. Para mahasiswa yang datang dari berbagai kota melahirkan toleransi lebih tinggi di antara warga asli.

”Pendatang di Bandung banyak mahasiswa dan orang muda. Semangat mereka untuk perubahan dan belajar, tidak mengejar profit, lebih untuk membangun komunitas,” kata Adi Reza Nugroho (20), mahasiswa program studi Arsitektur ITB.

”Musik metal di Ujungberung, misalnya, ada bau Sunda-nya, pakai gendang dan angklung,” tambah Reza yang Ketua BAFFest 2009, kegiatan masyarakat arsitektur se-Bandung dalam bentuk pelatihan hingga workshop mahasiswa yang menghasilkan tawaran solusi kepada pemkot untuk ruang kota yang ramah, antara lain di Jalan Trunojoyo.

Keterbukaan dan toleransi itu, menurut pengamat kebudayaan Sunda, Jakob Sumardjo, terjadi sejak sebagian besar wilayah Kerajaan Priangan dikuasai Kesultanan Mataram antara tahun 1600 dan 1700-an. Selama 80 tahun, kebudayaan Jawa berkembang, sementara tradisi Sunda menjadi marjinal.

Ketika Belanda datang, Priangan menjadi tempat tetirah pemilik perkebunan di sekitar Bandung yang jejak fisiknya masih bisa dilihat dari bangunan dan rumah tinggal karya arsitek Belanda, antara lain CPW Schoemaker. ”Sejak zaman Belanda, warga Bandung sudah akrab dengan dansa-dansi serta noni dan sinyo Belanda,” kata Jakob.

Keterbukaan dan sifat egaliter akhirnya menjadi hal lumrah di Bandung. Sifat kosmopolitan itu, menurut pendiri Tobucil (Toko Buku Kecil), Tarlen Handayani, menguntungkan Bandung.

Meski begitu, keuntungan yang dibentuk sejarah itu harus dimaknai ulang oleh orang-orang kreatif di dalamnya. ”Kreativitas di Bandung baru pada taraf kesadaran, belum menyentuh aktivitas sosial,” ujar Tarlen.

Kreativitas itu baru bermakna, demikian Tarlen, bila berhasil memecahkan masalah bersama, seperti kepadatan penduduk, sampah, dan banjir.

Masalah lain adalah menumbuhkan wiraswasta Bandung yang tangguh karena saat ini modal besar dari Jakarta menyerbu Bandung dan mengubah komunitas hanya jadi tukang. ”Seluruh kreativitas yang ditunjukkan Helarfest harus dapat memecahkan persoalan itu,” kata Tarlen.

Monday, December 21, 2009

Proses dan Hasil

Oleh JAKOB SUMARDJO

KITA sekarang ini lebih menekankan hasil daripada prosesnya. Akibatnya, sikap untung-untungan dan bukan sikap perencanaan yang ditekankan. Para remaja antre audisi menjadi bintang sinetron karena menjadi bintang itu akan "kaya dan terkenal". Banyak orang menggadaikan barang-barangnya untuk ikut pemilihan caleg karena duduk di legislatif itu gajinya gede dan ditakuti orang.

Peduli pada hasil daripada proses membentuk mental konsumtif. Peribahasa pribumi malas akibat orang Indonesia tidak pernah berproses, cuma tahu hasilnya belaka. Gajimu berapa sekarang? Kamu dibayar berapa di sana? Itulah pertanyaan kita. Pertanyaannya bukan, kamu kerja pada siapa dan bagaimana kerja di sana? Hasil, upah, gaji, jumlah, itulah yang penting. Bukan bagaimana kerjanya.

Sikap yang berbeda ditunjukkan oleh masyarakat Baduy Dalam. Di sana orang tahunya kerja keras setiap hari, entah berhasil atau tidak berhasil. Mereka "bertapa" di dunia ini, yakni bertapa kerja. Kerja itu ibadah. Hasilnya terserah pada yang memberi. Orang Baduy bekerja sekadar tidak lapar. Kelebihan hasil kerjanya diberikan pada orang lain yang membutuhkannya. Mereka pantang meminta pada orang lain. Kalau diberi pun juga mengukur dirinya, apakah pemberian itu memang berguna buat dirinya.

Proses lebih penting daripada hasil juga ditunjukkan dalam membuat barang-barang. Sebuah barang dibikin dengan proses yang sudah ditetapkan oleh adat bersama. Meskipun hasilnya bagus, kalau tidak melalui proses yang semestinya, hasil kerja itu tetap tidak bermanfaat. Proses atau laku itu jauh lebih penting daripada hasil produknya.

Ujian naik kelas itu juga berproses. Orang harus belajar keras. Meskipun telah belajar keras tetapi tidak lulus juga, dia tahu bahwa dirinya belum cukup keras berproses. Membikin tesis dan disertasi juga berproses. Bukan asal lulus dan tak mau berproses lagi. Lebih baik berproses terus, meneliti terus, meskipun tak pernah diuji dan tak pernah dihargai. Proses itu harus autentik, jujur, tanpa pamrih. Itulah laku ibadah. Beretika.

Dalam kategori Erch Fromm, proses dan hasil ini dirumuskan sebagai sikap "menjadi" (menghargai proses, laku) dan sikap "memiliki" (orientasi hasil). Nyatanya membuat peradaban modern lebih cenderung bersikap memiliki daripada "menjadi". Tujuan hidup modern adalah akumulasi kepemilikan. Kalau perlu, semua gelar kehormatan diperlihatkan. Kalau perlu semua kekayaan dipamerkan. Kalau perlu kekuasaan ditunjuk-tunjukkan. Bahkan kecantikan dan ketampanan dijual buat memiliki sebanyak-banyaknya uang. Aji mumpung berkembang dalam sikap "hasil".

Orientasi "hasil" ini, kepemilikan ini, akan membuat orang bersikap konsumtif bukan produktif. Kerja seringan mungkin hasil sebanyak mungkin. Kalau perlu tanpa kerja apa pun hasil terus mengalir. Jabatan lantas dilihat berapa besar dapat memperoleh benda konsumsi, bukan betapa berat tugas yang harus saya pertanggungjawabkan. Yang penting menjadi direktur, entah bagaimana kerjanya karena jabatan direktur merupakan akumulasi kepemilikan kekuasaan, kekayaan, dan kesohoran.

Menyontek itu bukan dosa intelektual, yang penting lulus atau tersohor. Otak ini dipenuhi akumulasi konsumsi pengetahuan dan bukan hasil proses kerja sendiri. Yang dinamakan orang pandai di Indonesia itu kalau berhasil menjadikan otaknya sebagai terminal pikiran-pikiran produk orang lain. Produk pemikiran sendiri itu nilainya rendah karena melalui proses laku sendiri.

Bagaimana bangsa ini akan menjadi bangsa besar kalau penghargaan terhadap proses diabaikan? Kita bisa belajar dari Cina, yang dari dulu ngotot percaya diri pada kekuatannya sendiri dan cara berpikirnya sendiri. Memang melalui proses panjang untuk membuktikan bahwa mereka akhirnya berhasil mencapai dirinya. Harus sabar tetapi terus tekun berproses. Ada perencanaan, bukan untung-untungan. Dolar boleh jatuh, tetapi rupiah tetap stabil. Itu semua akibat hasil proses.

Proses, kerja, laku, lampah, itulah hidup ini. Pantang meminta, tetapi mampu memberi. Jangan hanya belajar, tetapi juga akan dipelajari. Semua produk itu ada prosesnya. Apa bangganya mengonsumsi produk dari proses orang lain? Puaslah dengan produk sendiri yang melalui proses autentik diri sendiri. Kita bukan bangsa peminta, tetapi bangsa pemberi.

Mulailah menghargai proses. ***

Penulis, budayawan.

Atraksi Seni Isi ”Braga Festival”

Minggu, 20 Desember 2009 , 04:45:00
BANDUNG, (PRLM).- Menutup tahun 2009, Kota Bandung kembali menggelar event Braga Festival, pada 27-30 Desember di sepanjang ruas Jln. Braga, Kota Bandung. Kegiatan ini ditargetkan menarik pengunjung hingga dua juta orang.

Rencananya, di ruas jalan sepanjang 700 meter tersebut akan digelar pameran karya-karya seni, pemutaran film, produk industri kreatif, fashion, dan kuliner. Selain itu, juga digelar pertunjukan musik dan atraksi kesenian dari berbagai komunitas di Jawa Barat, Kota Bandung, dan sejumlah kota lainnya di Indonesia.

Direktur Performance, Martha Topeng mengungkapkan, selama empat hari kegiatan tersebut digelar, telah dipersiapkan sejumlah pertunjukan musik dan atraksi kesenian. Bahkan, untuk mendukung pertunjukan musik, akan disiapkan dua panggung berukuran 4x8 meter di depan Gedung Gas dan Gedung Bank Jabar. Selain itu, juga dipersiapkan lima panggung kecil di ruas jalan yang sama.

Hari pertama, sepenuhnya akan ditampilkan pergelaran perkusi yang melibatkan lima ratus pemain perkusi dari berbagai daerah. Sejauh ini, menurut dia, sudah ada grup perkusi dari Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta yang akan tampil. Kemudian hari kedua, akan ditampilkan indie musik dari berbagai aliran, seperti jazz, blues, country, dan balada. Tercatat 150 grup musik indie akan terlibat dalam kegiatan ini.

Selanjutnya hari ketiga, akan ditampilkan world musik dan tarian kontemporer. World musik, menurut Martha, akan menyuguhkan musik hasil perpaduan tradisional dan internasional, seperti samba Sunda. Sementara pada hari keempat, pengunjung akan disuguhi seluruh penampilan yang digelar sejak hari pertama. Tema yang diusung adalah kontemporer. ”Hari terakhir adalah puncaknya. Seluruh pertunjukan di hari-hari sebelumnya, ada di sini (di hari keempat-red.),” kata Martha.

Presiden Direktur Kharisma Nusantara Kris Syandi Kurnia mengatakan, dengan mengusung tema Wujud Citra Braga Kreatif, kegiatan tahunan tersebut akan memotret suatu kecenderungan kuat tentang kreativitas yang terjadi di Jawa Barat dan Kota Bandung. ”Ini semakin memperjelas, bahwa Kota Bandung sebagai kota seni dan budaya dan pintu gerbang pariwisata Jawa Barat,” ujarnya. (A-188/A-147)***

Wednesday, December 16, 2009

MANDALAWANGI-PANGRANGO

Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang - jurangmu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang bicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara tentang kehampaan semua

Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa menawar
"Terimalah dan hadapilah"

Dan antara ransel ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas hutan hutanmu, melampaui batas batas jurangmu

Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta keberanian hidup

-- Soe Hok Gie
Jakarta, 19 July 1966

Monday, December 14, 2009

Diskriminasi Layanan Kesehatan

Sabtu, 12 Desember 2009 | 09:47 WIB

Di tengah banjir berita yang menyesakkan, ada berita yang menyegarkan. Konon, jika Depdiknas memiliki program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Depkes segera mengeluarkan program Biaya Operasional Kesehatan (BOK). Demikian Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih saat melakukan kunjungan kerja di Kupang, Sabtu (28/11).

Menurut Menkes, program BOK merupakan upaya kesehatan berbasis masyarakat yang tidak diberikan kepada setiap individu, tetapi disalurkan langsung ke posyandu dan puskesmas. Menkes agaknya menghayati makna kegiatan posyandu dan puskesmas sebab dia sempat bekerja di jalur ini sampai pelosok pedesaan.

Belas kasihan

Semangat Menkes itu agaknya ingin menjabarkan salah satu asas Pancasila, yaitu kemanusiaan. Melalui BOK dapat diharapkan jangkauan pelayanan kesehatan bisa lebih merambah dan merata sampai masyarakat di daerah tertinggal.

Posyandu dan puskesmas memang merupakan salah satu karsa dan karya pelayanan kesehatan Indonesia yang dihargai WHO sebagai model pelayanan kesehatan negara berkembang. Apalagi didukung BOK secara konsekuen dan konsisten di tatalaksana, maka kepemerintahan SBY layak dipuji karena memerhatikan dan memedulikan nasib rakyat di kawasan rural. Belas kasihan memang merupakan citra peradaban dan kebudayaan manusia nan adiluhur dan adiluhung.

Tanpa mengurangi penghormatan dan penghargaan terhadap semangat belas kasihan, di sisi lain perlu disadari, secara politis maupun teknis profesional operasional manajerial, sebenarnya belas kasihan memiliki daya ausdauer relatif bernapas pendek, maka lebih potensial sebagai upaya penanggulangan masalah jangka pendek ketimbang jangka panjang.

Secara hakiki semangat belas kasihan lebih mandraguna untuk penanganan masalah gawat darurat seperti bencana alam atau kecelakaan, namun kurang bernapas panjang demi mampu menanggulangi permasalahan jangka panjang seperti sistem pelayanan kesehatan masyarakat secara menyeluruh skala nasional.

Apa yang disebut belas kasihan lebih merupakan suatu spirit ketimbang keterampilan manajerial untuk menata laksana suatu kegiatan operasional organisasional apalagi secara gigantis, seperti mempersembahkan keadilan pelayanan kesehatan bagi ratusan juta rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Harus disadari dan diakui, semangat saja belum cukup untuk benar-benar mau dan mampu menata laksana pelayanan kesehatan nasional Indonesia. Masih dibutuhkan imbuhan dukungan apa yang disebut sistem.

”E-government”

Dalam skala lebih regional, sebenarnya sejak tahun 2000 di bumi Nusantara sudah ada model sistem pelayanan kesehatan masyarakat gratis nondiskriminatif yang hingga kini sudah terbukti empirik mampu berfungsi optimal. Tentu tidak secara begitu saja Museum Rekor-Dunia Indonesia menganugerahkan piagam penghargaan atas rekor Kabupaten Pertama yang memberi pendidikan sekaligus pelayanan kesehatan gratis kepada warganya kepada Kabupaten Jembrana di ujung barat Pulau Bali .

Kabupaten Jembrana di bawah kepemimpinan Bupati Prof Dr Drg I Gede Winasa itu terbukti mau dan mampu memberi pelayanan kesehatan secara gratis bagi seluruh warganya bukan hanya dengan semangat belas kasih, tetapi juga atas dukungan pemikiran manajerial operasional yang berhasil membentuk sistem pelayanan kesehatan masyarakat secara lengkap, terpadu, dan profesional.

Bupati Jembrana tidak mampu meniru gaya Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei yang memiliki dana berlimpah hingga mampu membiayai pelayanan kesehatan rakyatnya. Bupati Jembrana yang guru besar ilmu kedokteran gigi itu sekadar membentuk sistem asuransi regional. Caranya sederhana, yaitu memaksakan sistem e-government mengomputerisasi KTP warga demi membuat database warga agar dapat akurat diberi subsidi asuransi kesehatan yang diambil dari anggaran daerah.

Anggaran itu sengaja dirancang demi menyubsidi asuransi bagi segenap warga Kabupaten Jembrana yang sebenarnya relatif paling kurang menikmati hasil industri pariwisata Pulau Dewata akibat letak geografisnya relatif terpencil di sudut barat tanpa daya atraksi pariwisata.

Meski demikian, berkat manajemen kepemerintahan yang efisien dan bersih setiap tahun, Kabupaten Jembrana malah surplus akibat ”gagal” menghamburkan anggaran.

Berdasar fakta keberhasilan Kabupaten Jembrana, sebenarnya sama sekali tidak ada alasan lagi bagi Pemerintah Indonesia untuk tidak mampu apalagi tidak mau memaksakan sistem asuransi kesehatan nasional di persada Nusantara.

Askesnas menjamin tidak ada lagi warga Indonesia gagal mendapat layanan kesehatan hanya akibat tidak mampu membayar layanan kesehatan. Tidak ada lagi diskriminasi sosial yang hanya memberi pelayanan kesehatan bagi warga kaya tanpa sudi memberi layanan kesehatan bagi warga yang miskin harta.

Tidak ada lagi keluarga miskin yang hanya bisa menangis menyaksikan anak atau istri atau suami atau ayah atau ibu digerogoti penyakit, hingga secara lambat tetapi pasti menuju ajal hanya akibat tidak mampu membayar biaya layanan kesehatan!

Tidak perlu lagi ada warga yang bisa nyaman berbaring di kamar rumah sakit kelas VVVVIP dengan tarif per malam lebih mahal ketimbang hotel berbintang enam, sementara ada warga yang berbaring di emperan rumah sakit pun diusir hanya karena tidak mampu membayar harga kamar rumah sakit kelas terkumuh pun.

Tragedi kemanusiaan akibat diskriminasi pelayanan kesehatan tidak boleh terjadi lagi apabila sistem asuransi kesehatan nasional berhasil dipaksakan untuk hadir di persada Nusantara ini.

Jaya Suprana, Budayawan

Penyakit Kawasaki Hadir di Indonesia

Kamis, 10 Desember 2009 | 16:23 WIB
oleh Najib Advani


KOMPAS.com — Hari masih pagi saat sebuah mobil mewah meluncur dengan kencangnya di jalan bebas hambatan di Eropa. Tiba-tiba mobil menghantam tepi jalan dan terbalik. Saksi mata yang melihat menduga si pengemudi mabuk. Polisi datang dan menemukan si pengemudi seorang gadis berusia 19 tahun, meninggal. Hasil otopsi menunjukkan bahwa ia tiba-tiba kena serangan jantung koroner sehingga tidak dapat lagi mengontrol mobilnya. Ternyata data rekam medisnya menunjukkan bahwa ia pernah terkena penyakit Kawasaki saat berusia 2 tahun tanpa disadari, baik oleh dokter maupun keluarganya.

Tragedi serupa dialami Joni, bayi lucu yang berusia 8 bulan. Sudah lebih 10 hari ia demam dan ibunya sudah berganti dokter. Akhirnya, barulah diketahui bahwa ia menderita penyakit Kawasaki. Sayang sudah terlambat. Katup jantungnya mengalami kerusakan parah dan nyawanya tak tertolong lagi.

Apakah penyakit Kawasaki (PK) itu ?
PK ditemukan oleh Dr Tomisaku Kawasaki di Jepang tahun 1967 dan saat itu dikenal sebagai mucocutaneous lymphnode syndrome. Untuk menghormati penemunya, penyakit itu akhirnya dinamakan Kawasaki. Di Indonesia, banyak di antara kita yang belum memahami penyakit berbahaya ini, bahkan di kalangan medis sekalipun. Hal inilah yang menyebabkan diagnosis acap terlambat dengan segala konsekuensinya. Penampakan penyakit ini juga dapat mengelabui mata sehingga dapat terdiagnosis sebagai campak, alergi obat, infeksi virus, atau bahkan penyakit gondong. Penyakit yang lebih sering menyerang ras Mongol ini terutama menyerang balita dan paling sering terjadi pada usia 1-2 tahun. Bahkan, penulis pernah menemukan PK pada seorang bayi berusia 3 bulan yang menderita demam selama 18 hari.

Angka kejadian per tahun di Jepang tertinggi di dunia, yaitu berkisar 1 kasus per seribu anak balita. Peringkat itu disusul oleh Korea dan Taiwan. Adapun di Amerika Serikat berkisar 0,09 (pada ras kulit putih) sampai 0,32 (pada keturunan Asia-Pasifik) per seribu balita. Di Indonesia, penulis menemukan bahwa kasus PK sudah ada sejak tahun 1996. Namun, ada dokter yang menyatakan sudah menemukan sebelumnya. Meskipun demikian, Indonesia baru resmi tercatat dalam peta penyakit Kawasaki dunia setelah laporan seri kasus PK dari Advani dkk diajukan pada simposium internasional penyakit Kawasaki ke-8 di San Diego, AS, pada awal 2005.

Diduga, kasus di Indonesia tidaklah sedikit, dan menurut perhitungan kasar, berdasarkan angka kejadian global dan etnis di negara kita, tiap tahun akan ada 3.300-6.600 kasus PK. Namun kenyataannya, kasus yang terdeteksi masih sangat jauh di bawah angka ini. Antara 20 dan 40 persennya mengalami kerusakan pada pembuluh koroner jantung. Sebagian akan sembuh. Namun, sebagian lain terpaksa menjalani hidup dengan jantung yang cacat akibat aliran darah koroner yang terganggu. Sebagian kecil akan meninggal akibat kerusakan jantung.

Penyebab PK hingga saat ini belum diketahui, meski diduga kuat akibat suatu infeksi. Namun, belum ada bukti yang meyakinkan mengenai hal tersebut. Karena itu, cara pencegahannya juga belum diketahui. Penyakit ini juga tidak terbukti menular.

Gejala awal pada fase akut adalah demam yang mendadak tinggi dan bisa mencapai 41 derajat celsius. Demam berfluktuasi selama setidaknya 5 hari, tetapi tidak pernah mencapai normal. Pada anak yang tidak diobati, demam dapat berlangsung selama 1-4 minggu tanpa jeda. Pemberian antibiotik tidak menolong. Sekitar 2-3 hari setelah demam, mulai muncul gejala lain secara bertahap, yaitu bercak-bercak merah di badan yang mirip seperti penyakit campak. Namun, gejala batuk pilek yang dominan pada campak biasanya ringan atau bahkan tidak ada pada PK.

Gejala lain yang timbul adalah kedua mata merah, tetapi tanpa kotoran (belekan), pembengkakan kelenjar getah bening di salah satu sisi leher sehingga kadang diduga penyakit gondong (parotitis), lidah merah menyerupai stroberi, bibir juga merah dan kadang pecah-pecah, serta telapak tangan dan kaki merah dan agak membengkak. Kadang anak mengeluh nyeri pada persendian. Pada fase penyembuhan, terjadi pengelupasan kulit di ujung jari tangan serta kaki kemudian timbul cekungan berbentuk garis melintang pada kuku kaki dan tangan (garis Beau).

Penderita PK harus dirawat inap di rumah sakit dan mendapat pengawasan dari dokter ahli jantung anak. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah pada jantung (terjadi pada 20-40 persen penderita) karena dapat merusak pembuluh nadi koroner. Komplikasi ke jantung biasanya mulai terjadi setelah hari ke-7 dan ke-8 sejak awal timbulnya demam. Pada awalnya, pembuluh ini dapat terjadi pelebaran kemudian bisa terjadi penyempitan bagian dalam atau sumbatan. Akibatnya, aliran darah ke otot jantung terganggu sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada otot jantung yang dikenal sebagai infark miokard.

Pemeriksaan jantung menjadi hal yang sangat penting, termasuk EKG dan ekokardiografi (USG jantung). Kadang ultrafast CT scan, Magnetic Resonance Angiography (MRA) atau kateterisasi jantung diperlukan pada kasus yang berat. Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit ini tidak ada yang khas. Biasanya, jumlah sel darah putih, laju endap darah, dan C Reactive protein meningkat pada fase akut. Jadi, diagnosis ditegakkan atas dasar gejala dan tanda klinis semata sehingga pengalaman dokter sangat dibutuhkan. Pada fase penyembuhan, trombosit darah meningkat dan ini akan memudahkan terjadinya trombus atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh koroner jantung.

Obat yang mutlak harus diberikan adalah imunoglobulin secara infus selama 10-12 jam. Obat yang didapat dari plasma donor darah ini ampuh, baik untuk meredakan gejala PK maupun menekan risiko kerusakan jantung. Namun harga yang mahal menjadi kendala. Harga satu gram berkisar Rp 1 juta. Penderita PK membutuhkan imunoglobulin 2 gram per kg berat badannya. Sebagai contoh, anak yang berat badannya 15 kg membutuhkan 30 gram, dengan harga sekitar Rp 30 juta. Penderita juga diberikan asam salisilat untuk mencegah kerusakan jantung dan sumbatan pembuluh koroner. Jika tidak ada komplikasi, maka anak dapat dipulangkan dalam beberapa hari.

Pada kasus yang terlambat dan sudah terjadi kerusakan pembuluh koroner, perlu rawat inap yang lebih lama dan pengobatan yang intensif guna mencegah kerusakan jantung lebih lanjut. Jika dengan obat-obatan tidak berhasil, maka kadang diperlukan operasi pintas koroner (coronary bypass) atau bahkan, meskipun sangat jarang, transplantasi jantung. Kematian dapat terjadi pada 1-5 persen penderita yang umumnya terlambat ditangani dan puncaknya terjadi pada 15-45 hari setelah awal timbulnya demam. Meskipun demikian, kematian mendadak dapat terjadi bertahun-tahun setelah fase akut. PK juga dapat merusak katup jantung (terutama katup mitral) yang dapat menimbulkan kematian mendadak beberapa tahun kemudian. Kemungkinan kambuhnya penyakit ini adalah sekitar 3 persen.

Pada penderita yang secara klinis telah sembuh total sekalipun dikatakan bahwa pembuluh koronernya akan mengalami kelainan pada lapisan dalam. Hal ini memudahkan terjadinya penyakit jantung koroner, kelak pada usia dewasa muda. Jika ditemukan serangan jantung koroner akut pada dewasa muda, maka mungkin perlu dipikirkan bahwa penderita kemungkinan pernah terkena PK saat masih kanak-kanak. Kiranya kita semua perlu mewaspadai penyakit agar tidak menimbulkan korban lebih lanjut.

Dr. Najib Advani, SpA (K), MMed (Paed), Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dokter Spesialis Anak Konsultan Jantung, Ketua Unit Koordinasi Kerja Jantung Anak pada Ikatan Dokter Anak Indonesia dan peneliti penyakit Kawasaki.

7 Cara Mengatasi Kemarahan

Rabu, 9 Desember 2009 | 08:00 WIB

KOMPAS.com — Sifat gampang marah ternyata bisa diubah, demikian pendapat para peneliti kesehatan mental. Pada salah satu penelitian berhasil ditemukan bahwa risiko serangan jantung bisa ditekan dengan mengurangi rasa marah. Bagaimana cara mengurangi keinginan untuk marah supaya tidak lekas jantungan?

1. Rajin berolahraga secara teratur dapat mengurangi stres dan memperbaiki suasana hati sehingga bisa mengatasi naik turunnya emosi. Yoga dan olahraga yang membuat rileks efektif untuk mengatasi sifat mudah marah.

2. Tanyakan kepada diri sendiri apakah dengan marah-marah akan bermanfaat juga buat orang-orang di sekitar Anda. Misalnya, tanyakan “Apakah saya dapat mengontrol situasi ini? Dapatkah saya mengubahnya menjadi lebih baik dengan marah-marah?”

3. Atasi ketegangan dengan mengambil beberapa napas dalam dan membuat otot-otot rileks. Bisa juga dengan mendengarkan musik lembut atau memvisualkan diri sendiri tengah berlibur di tempat favorit.

4. Periksa lagi bagaimana cara Anda berkomunikasi dengan orang lain. Banyak situasi yang menyulut kemarahan melibatkan orang lain. Saat diskusi menjadi panas dan membuat marah, hitung sampai 10 sebelum bicara. Ambil napas terlebih dahulu. Dengarkan lawan bicara secara seksama.

5. Coba sisipkan humor karena terbukti efektif meredakan kemarahan.

6. Cari alternatif, apakah Anda hanya marah-marah pada situasi tertentu? Selama beberapa minggu, buat catatan kapan dan di mana Anda biasa marah-marah. Kemudian lihat apakah ada kecenderungan tertentu yang memicu kemarahan.

7. Pertimbangkan konseling bila perlu. Ceritakan pada dokter soal kebiasaan Anda ini. Dokter itu akan merujukkan Anda pada orang yang ahli. @ Diyah Triarsari

Pengobatan Asma di Rumah

Senin, 14 Desember 2009 | 07:49 WIB


KOMPAS.com - Istri saya penderita asma. Terakhir berobat ke dokter enam bulan lalu. Hasil pemeriksaan fisik serta fungsi paru baik.

Dokter menganjurkan agar digunakan obat asma hirup, obat tersebut tidak digunakan sejak tiga bulan lalu. Meski tidak minum obat, keadaannya baik. Tetapi, seminggu lalu istri saya terserang asma akut setelah sebelumnya membersihkan kamar tidur, kasur, seprai, dan bantal berdebu.

Malamnya dia batuk-batuk dan pagi hari mulai merasa sesak. Obat asma hirupnya habis. Saya belikan obat tablet di warung, tetapi tidak menolong. Segera saya bawa ke unit gawat darurat (UGD) rumah sakit. Dokter memberikan obat semprot dan suntikan. Sesak masih ada meski berkurang. Akhirnya dia dirawat lima hari di rumah sakit.

Pengalaman ini memberikan pelajaran, meski sudah kelihatan sembuh, serangan asma dapat datang kembali, dapat cepat dan berat.

Apakah memang obat asma tidak boleh dihentikan? Apa obat asma hirupan sehingga harus digunakan terus-menerus? Benarkah efek samping obat asma hirupan lebih berat daripada obat asma minum? Apa yang harus dilakukan jika ada anggota keluarga mengalami serangan asma di rumah? Obat apa yang harus diberikan sebelum membawa penderita ke rumah sakit?

N di C

Asma disebabkan inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan saluran pipa napas peka, mudah menyempit jika terpajan sesuatu, misalnya debu rumah.

Pengobatan asma terdiri atas obat yang melebarkan pipa saluran napas (bronkodilator) dan obat pengurang proses inflamasi. Biasanya obat bronkodilator dapat dihentikan jika penderita tidak sesak lagi (pipa saluran napas sudah melebar kembali).

Namun, obat anti-inflamasi perlu dipakai menerus pada asma persisten. Obat anti-inflamasi bermanfaat mengurangi proses inflamasi dan akan mengurangi kepekaan pipa saluran napas. Diharapkan dalam jangka lama pipa saluran napas yang hiper-reaktif akan menyerupai pipa saluran napas orang tidak asma. Obat ini umumnya golongan steroid. Yang banyak digunakan adalah dalam bentuk obat hirup.

Obat golongan steroid bermanfaat, tetapi penggunaan sistemik (baik tablet maupun suntikan) jangka panjang akan menimbulkan risiko efek samping, misalnya katarak, hipertensi, atau diabetes melitus.

Obat steroid hirup juga dapat menimbulkan efek samping, tetapi termasuk ringan dan tidak sulit diatasi, berupa jamur pada kerongkongan dan pita suara. Untuk itu, setelah menghirup obat ini, dianjurkan berkumur dengan air hangat.

Faktor pencetus

Penderita penyakit kronik, termasuk asma, harus mengenal penyakit dan terapinya dengan baik. Penderita perlu mengenal gejala permulaan serangan yang dapat berupa batuk atau sesak. Biasanya, sebelumnya ada faktor pencetus, seperti kelelahan, alergi (seperti debu rumah dan bulu binatang), dan infeksi saluran napas, terutama infeksi virus.

Penderita asma yang terserang influenza dapat mengalami serangan. Karena itu, faktor pencetus serangan asma harus dihindari. Untuk menghindari influenza, dapat dengan menghindari orang yang sedang influenza, cuci tangan teratur, dan vaksinasi influenza.

Salah satu kemajuan terapi asma adalah tercapainya kualitas hidup yang baik. Dulu penderita asma dibatasi kegiatannya karena takut timbul serangan. Dengan terapi baru dan jika dapat terkendali total, penderita dapat berkegiatan seperti orang lain, termasuk olahraga yang cukup berat.

Untuk dapat terkendali total, diperlukan kerja sama yang baik antara dokter dan pasien. Obat asma lebih progresif diberikan untuk mencapai fungsi paru terbaik.

Obat asma hirupan tidak berefek samping lebih berat daripada obat minum, bahkan lebih ringan. Karena itu, sekarang pengobatan asma kronik diutamakan obat asma hirupan, baik untuk bronkodilator maupun anti-inflamasi.

Kenali obat

Pasien atau keluarga harus mengenal obat yang harus dipakai. Sebaiknya penderita asma tidak kehabisan obat karena keterlambatan pemberian obat dapat menjadikan serangan asma lebih berat. Obat asma hirupan bekerja lebih cepat sehingga dapat cepat melegakan serangan.

Pasien atau keluarga harus pandai memantau hasil terapi. Jika tidak terjadi perbaikan, harus segera berobat ke UGD rumah sakit terdekat. Jangan menunggu sampai pagi atau bergantung pada dokter tertentu.

Unsur waktu dalam terapi serangan asma akut sangatlah penting. Makin cepat diobati, biasanya akan lebih cepat pula pemulihannya. Pasien yang sudah lama tidak mendapat serangan dapat tiba-tiba mengalami serangan akut berat. Pada keadaan ini, penderita sebaiknya diobati di rumah sakit.

Asma pada tingkat ringan dan sedang lebih mudah diobati daripada asma berat. Pada asma berat diperlukan kombinasi obat. Di samping obat hirup, kadang-kadang diperlukan obat minum dan suntikan. Asma kronik dapat dikendalikan dengan menghindari pencetus dan menggunakan obat anti-inflamasi dan jika perlu ditambah bronkodilator.

Pengobatan asma kronik tidak dapat dilakukan dengan sekali suntikan atau minum obat hanya beberapa hari. Obat anti-inflamasi perlu digunakan dalam waktu lama dan jika timbul gejala asma perlu ditambah bronkodilator.

Untuk pengobatan permulaan, obat asma hirup lebih mahal. Namun, untuk jangka panjang sebenarnya dapat menghemat obat-obat yang perlu digunakan jika timbul serangan akut atau mencegah masuk rumah sakit. (Dr Samsuridjal Djauzi)

5 Cara Cegah Penyebaran Toksoplasma

5 Cara Cegah Penyebaran Toksoplasma

Senin, 14 Desember 2009 | 08:52 WIB

KOMPAS.com — Toksoplasma merupakan penyakit infeksi yang ditemukan pada hewan di peternakan atau binatang peliharaan. Kucing merupakaan pembawa (carrier) penyakit ini dan dapat menularkan kepada manusia melalui tinja, terutama bila sudah kering dan terhirup oleh manusia.

Meski kucing dapat menyebarkan penyakit ini, mereka bukan sumber utama infeksi pada manusia. Manusia lebih mungkin mengalami toksoplasma saat mengonsumsi daging mentah atau tidak mencuci tangan sampai bersih setelah memegang daging. Kucing juga dapat mengidap toksoplasma dari daging mentah yang dikonsumsinya atau memangsa binatang lainnya, seperti tikus.
Kucing yang memangsa binatang mempunyai kemungkinan mengalami paparan atau infeksi. Pada banyak kasus, kucing tidak akan menampakkan tanda-tanda mengalami infeksi. Namun, jika kucing sudah kehilangan nafsu makan, demam, dan lesu, itu menjadi pertanda bahwa ia mengalami infeksi penyakit tersebut.

Manusia yang terkena toksoplasma akan mengalami gejala ringan seperti flu. Masalahnya akan semakin serius pada perempuan yang sedang mengandung atau pada orang yang bermasalah dengan kekebalan tubuhnya. Janin pada perempuan yang terinfeksi toksoplasma akan menjadi cacat saat lahir.

Anda dapat mencegah penyebaran toksoplasma dengan melakukan cara sederhana di bawah ini:

1. Orang yang bukan perempuan hamil atau yang bermasalah dengan kekebalan tubuh sebaiknya membersihkan kandang hewan setiap hari. Membersihkan setiap hari sangat penting karena tinja kucing yang terinfeksi bisa menularkan setelah 36-48 jam.

2. Gunakan sarung tangan karet atau sekali pakai saat membersihkan kandang. Setelah itu, cuci tangan secara merata menggunakan sabun.

3. Sebaiknya sediakan makanan kucing dalam bentuk kering, kaleng, atau yang dimasak secara merata. Jaga agar mereka tidak mencari mangsa sendiri.

4. Masak daging secara matang dan merata. Cuci tangan Anda dan peralatan lainnya yang kontak dengan daging mentah, seperti papan pemotong, pisau, dan bak pencuci.

5. Gunakan sarung tangan saat berkebun. Anda tak tahu di mana tinja kucing biasa bertebaran. Setelah itu, cucilah tangan. @

Sunday, December 6, 2009

dc talks

dari jaman batu emang gue gak suka denger musik rock, tapi pas denger di salah satu radio ttg dc talks gue jadi mulai curious ttg grup ini. there something different with this group. so i start search and download the music...

grup music cadas dengan lirik yg bener2 pas banget dengan perasaan hati gue. feel free to hear them,bro and sis..

di bawah ini salah satu lirik lagu mereka

Navigation: D \ DC Talk \ In The Light
I keep trying to find a life
On my own, apart from You
I am the king of excuses
I've got one for every selfish thing I do
What's going on inside of me?
I despise my own behaviour
This only serves to confirm my suspicions
That I'm still a man in need of a Saviour
CHORUS:
I wanna be in the Light
As You are in the Light
I wanna shine like the stars in the heavens
Oh, Lord be my Light and be my salvation
Cause all I want is to be in the Light
All I want is to be in the Light
The disease of self runs through my blood
It's a cancer fatal to my soul
Every attempt on my behalf has failed
To bring this sickness under control
Tell me, what's going on inside of me?
I despise my own behaviour
This only serves to confirm my suspicions
That I'm still a man in need of a Saviour
Honesty becomes me
[There's nothing left to lose]
The secrets that did run me
[In Your presence are defused]
Pride has no position
[And riches have no worth]
The fame that once did cover me
[Has been sentenced to this Earth]
Has been sentenced to this Earth
Tell me, what's going on inside of me?
I despise my own behaviour
This only serves to confirm my suspicions
That I'm still a man in need of a Saviour
[There's no other place that I want to be]
[No other place that I can see]
[A place to be that's just right]
[Someday I'm gonna be in the Light]
[You are in the Light]
[That's where I need to be]
[That's right where I need to be]

huh... yeah...in my journey, i realize i still need my Saviour